Beberapa Fakta Unik di Balik Kegarangan Pasukan KNIL
REP | 25 February 2012 | 11:57



Ilustrasi/ristadiwidodo.blogspot.com
Dua hari terakhir saya tertarik untuk
menulis beberapa kisah unik yang ditemukan pada beberapa literatur
sejarah –sebelumnya saya sudah memposting beberapa tulisan tentang
sejarah– karena bagi saya sejarah selalu menjadi cerita yang tiada
akhir. Kisah-kisah ini sudah saya ketahui sejak lama ketika membeli
literatur tersebut namun menarik jika dibagikan kepada para kompasianer.
Kisah sejarah bukan berarti tidak bisa dikaitkan dengan masa sekarang
karena –bagi saya– masa lampau selalu linear dengan masa sekarang,
tergantung sudut pandang kita masing-masing.
Pada dasarnya masa
depan merupakan sejarah yang berulang. Peristiwanya tidak selalu sama ,
namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya selalu relevan di setiap
zaman. Oleh karena itu di balik kisah unik tentang Perbudakan dan Koleksi Perempuan ala Alexander Hare
terkandung nilai kesetaraan dan kemanusiaan yang masih levan hingga
sekarang. Hal yang sama juga dapat dipetik dari tulisan saya mengenai Pengaruh Karakter Suku Dalam Organisasi Pasukan KNIL.
Nilai tentang pluralisme yang saat ini sering diabaikan oleh bebereapa
kelompok masyarakat harusnya tidak terjadi karena semua manusia memiliki
kesetaraan jadi seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminasi.
Berdasarkan hal-hal di
atas maka kali ini –masih berkaitan dengan KNIL– saya akan membagikan
pada anda beberapa fakta yang unik di balik sepak terjang pasukan KNIL.
Meskipun menjadi alat Pemerintah Hindia Belanda dalam memerangi para
pejuang di masa lampau, namun para anggota KNIL yang kebanyakan
merupakan prajurit pribumi juga manusia yang kebetulan saat itu
dimanfaatkan untuk memerangi saudaranya sendiri. Oleh karena itu, pada
tulisan mengenai KNIL saya tidak menampilkan sisi keberingasannya namun
beberapa fakta unik yang menjadi bagian dari sejarah bangsa ini.
Fakta unik ini berdasarkan studi Capt. R.P. Suyono terhadap berbagai literatur Belanda yang dtuangkannya dalam buku Peperangan Kerajaan di Nusantara (penelusuran kepustakaan sejarah), terbitan Grasindo tahun 2003.
1. Seragam KNIL
Sejak dibentuk pada tahun 1830, seragam KNIL selalu mengalami pergantian. Pada tahun 1894 seragam KNIL dinamakan syako
dengan topi helm dari gabus. Topi gabus tersebut baru diganti pada
tahun 1910 dengan bahan yang terbuat dari bambu. Pada tahun 1915 KNIL
mendapat seragam baru yang tebal dan susah dicuci sehingga akhirnya
diganti dengan bahan linen dengan celana yang lebih tipis. Pada tahun
1936 seragam KNIL adalah kain hijau yang dinamakan tenunan Garut.
Fakta lain adalah
ketika berada di tangsi, hanya perwira dengan pangkat minimal Sersan
–rata-rata orang Eropa– yang boleh mengganti baju dengan pakaian biasa
sedangkan para prajurit pribumi dilarang mengganti baju sehingga selalu
memakai seragam. Entah berapa banyak seragam yang dimiliki oleh para
prajurit pribumi ini, jika cuma satu berarti tidak pernah digantinya.
2. Kehidupan di Tangsi
Tangsi merupakan
tempat tinggal para prajurit KNIL, entah yang masih bujangan maupun yang
sudah menikah. Tangsi biasanya dibangun di tengah kota, mungkin untuk
mempermudah akses. Prajurit yang masih bujangan tidur di barak yang
tempat tidurnya berjejer sedangkan yang sudah menikah baraknya disekat
dengan ukuran 3×4 meter. Ruangan ini hanya cukup untuk satu tempat tidur
saja, oleh karena itu anak-anaknya ditempatkan di bawah kolong tempat
tidur sehingga muncul istilah anak kolong bagi anak-anak polisi atau tentara.
3. Dardanel
Dardanel merupakan
sebutan bagi seorang prajurit pribumi yang harus menjaga keselamatan
seorang perwira Belanda yang menjadi atasannya. Ternyata perwira Belanda
cukup pengecut karena harus dilindungi oleh seorang prajurit pribumi.
Mungkin hal ini juga didasarkan pada pertimbangan bahwa pasukan akan
kocar kacir jika kehilangan komandannya. Doktrin yang ditanamkan pada
seorang dardanel adalah sungguh memalukan atau nista jika seorang dardanel selamat sedangkan perwira yang dilindunginya meninggal. Dengan kata lain dardanel tersebut harus rela mengorbankan nyawanya bagi perwira yang dilindunginya.
4. Kebiasaan Prajurit Jawa
Selain tidak memakai
sepatu hingga tahun 1905 dan tergabung dalam kompi yang bertugas untuk
menenangkan dan menetralisir situasi pasca peretempuran, prajurit Jawa
juga memiliki keunikan dari kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan.
Kebiasaan tersebut adalah sangat bergantungnya prajurit Jawa pada bakul
kamu. Mungkin jamu mengembalikan stamina mereka setelah bertempur. Pada
beberapa foto yang dihadirkan oleh Suyono terlihat prajurit Jawa sedang beristirat sambil menikmati Jamu yang dibuat oleh seorang mbok jamu.
Demikian beberapa
fakta unik di balik kegarangan pasukan KNIL yang terkenal kejam selama
menumpas perjuangan rakyat di berbagai daerah. Kemiskinan dan tidak
adanya wawasan tentang kebangsaan pada saat itu membuat mereka menerima
pekerjaan sebagai prajurit KNIL meski mengalami berbagai kesulitan.